Senin, 17 Agustus 2020

Merdekakan Peserta Didik dari Penjajahan Tugas!

 

Merdekakan Peserta Didik dari Penjajahan Tugas!


 

“… Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, …. ” Pernyataan itu lantang berkumandang setiap kali teks pembukaan UUD 1945 dibacakan. Pekik suara kemerdekaan terdengar gegap gempita. “Merdeka!” Merdeka adalah bebas dari belenggu penjajahan. Merdeka adalah lepas dari segala tuntutan dan tekanan jiwa. Merdeka adalah leluasa bergerak dan tidak bergantung pada pihak tertentu.

Sejak proklamator kita memproklamirkan kemerdekaan negara Indonesia, di situlah awal kebangkitan harkat dan martabat bangsa Indonesia ditunjung tinggi. Sedemikian agungnya nilai-nilai kemerdekaan. Namun, apakah kemerdekan belajar sudah bisa dirasakan oleh bangsa Indonesia?

Dunia telah diguncangkan oleh Covid-19. Wabah ini telah menjadi penjajah hampir di seluruh sektor kehidupan, tak terkecuali sektor pendidikan. Kemerdekaan pembelajaran di luar jaringan (Luring) telah terampas. Gonjang-ganjing pembelajaran dalam jaringan menjadi tranding pergunjingan masyarakat.

Guru adalah garda terdepan untuk memerdekakan peserta didik terbebas dari belenggu penjajah pendidikan. Bangkitkan semangat belajar peserta didik. Ciptakan ruang belajar yang menyenangkan. Selamatkan peserta didik dari rasa cemas dan khawatir. Berjuang membangun negara Indonesia dengan merdeka belajar. Lawan Covid-19 dengan memberikan layanan pendidkan yang bermakna dan menyenangkan.

Demi keselamatan jiwa warga sekolah, pembelajaran dalam jaringan (Daring) menjadi harga paten selama masa pandemi ini. Untuk melaksanakan pembelajaran Luring sangat berisiko, karena berurusan dengan nyawa manusia. Jangan salahkan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, jika pembelajaran Daring dijadikan senjata utama dalam melaksanakan proses pembelajaran. Fenomena alamlah yang telah mengondisikan pembelajaran Daring.

Pembelajaran pada masa pandemi Covid-19 ini membuat semua orang kalang kabut. Mau tidak mau digitalisasi menjadi primadona sistem pembejaran saat ini. Semua warga sekolah digiring untuk melek IT. Layanan WhatsUp menjadi idola semua pengguna smartphone.

Seberapa paham guru dalam menjalankan pembelajaran Daring? Ini yang menjadi inti permasahan. Ketika guru salah mengimplemantasikan pembelajaran Daring, maka guru tersebut sekawan dengan penjajah  pendidikan. Permasalahan ini menjadi tragis dialami oleh peserta didik, ibarat dalam peribahasa “Sudah jatuh, tertimpa tangga pula”

Kemerdekaan belajar peserta didik kita sudah terjajah oleh Covid -19, ditambah pula dengan beban yang harus dipikul oleh setumpuk tugas yang diberikan oleh guru. Masalah ini diakibatkan oleh guru yang menjadikan pembelajaran Daring sebagai media pemberian tugas, bukan sebagai media pembelajaran.

Guru harus paham sintak dari setiap metode pembelajaran Daring. Setiap satuan pendidikan, tentunya membuat jadwal pelajaran Daring. Jika aturannya  dalam satu jam pelajaran itu 30 menit, maka selama 30 menit guru tersebut harus ada dalam ruang kelas Daring. Tidak sekadar memberikan postingan materi bahan ajar dan tugas.

Banyak guru yang menjalankan pembelajaran Daring sebatas imbauan atau perintah membaca buku paket yang telah disediakan pihak sekolah. Setelah membaca buku diteruskan dengan  mengerjakan soal-soal yang terdapat dalam Lembar Kerja Siswa (LKS).  Cara lain yakni imbauan menonton video pembelajaran yang berdurasi 5-10 menit. Selanjutnya pemberian tugas yang harus dikumpulkan ke sekolah.

Cara yang dilakukan guru seperti itu, hanya terjadi kontak interaksi satu arah. Peseta didik tidak bisa mengeksplore kemampuannya selama proses pembelajaran. Nilai karakter terabaikan. Jelas pembelajaran seperti ini membuat peserta didik merasa jenuh, bosan, dan tidak menyenangkan.   Ujung-ujungnya peserta didik malas untuk mengikuti pembelajaran Daring.

Strategi agar pembelajaran Daring menyenangkan, guru harus membuat perencanaan yang matang. Jalani metode pembelajaran sesuai dengan sintaknya. Mulai dari apersepsi hingga penilaian. Sesekali lakukan ice breaking agar suasana pembelajaran tambah menyenangkan.

Penilaian proses lebih realible dibandingkan dengan penilaian hasil. Guru dapat melakukan observasi langsung tentang proses dan hasil pembelajaran pada saat pembelajaran daring berjalan.

Stop! Pemberian tugas yang memberatkan peserta didik. Pemberian tugas yang berlebihan adalah bentuk penjajahan kebebasan merdeka belajar. Merdekakan peserta didik dari pemberian tugas yang bertumpuk. Dengan berkontribusi memberikan pelayan pendidikan yang menyenangkan kepada peserta didik, ini salah satu usaha guru turut dalam membangun Indonesia merdeka. Mari bangun Indonesia merdeka dengan merdeka belajar. Demi masa depan negara kita tercinta, Indonesia.  Merdeka!


Arum Handayani, M.Pd.
Guru SMPN 3 Subang

 

 

 

 

22 komentar:

  1. Selalu mantap ,bernas Bu ketu👍👍

    BalasHapus
  2. Mantap bu, silakan berkunjung balik ke aniksudarwati22.blogspot.com

    Terima kasih

    BalasHapus
  3. Semangat belajar, Indonesia Merdeka

    BalasHapus
  4. Wow berkobar! Hehe, mantapp Bu Ketu 👍🏻

    BalasHapus
  5. Semangat semuanya akan kembali mormal,merdeka
    Jangan putus asa SEMANGAT

    BalasHapus
  6. Sangat setuju sekali. Wajib belajar tapi tidak membebani

    BalasHapus
  7. setuju sekali bu, semoga siswa tidak terbebani lagi

    BalasHapus

Jumat Berkah di SDN Karanganyar

  Masya Allah Tabarakallah, rezeki buat anak-anak soleh dan solehan siswa SDN Karanganyar. Hari ini, Jumat, 01 September 2023 ada seorang ha...