Sabtu, 04 Juli 2020

Romantika Aisyah 18



Bab 18

Sinar  Terang


Seseorang membangunkan Aisyah yang sedari tadi lemas tak berdaya. Ditepuk-tepuk pipinya, agar segera sadar.

“Bangun ..., bangun  Ais, ssst ..., ssst ...,”

“Aisyah, Aisyah ..., Aisyah bangun”

Sayup terdengar orang memanggil nama Aisyah. Semakin lama semakin lantang suara itu. Aisyah pun tersadar dari pingsannya. Pendangannya masih samar-samar, tidak jelas siapa yang membangunkan dan menyebut-nyebut namanya. Matanya dikedip-kedipkan.

Dalam pikirannya masih teringat kejadian yang menimpa dirinya. Belum sempat melihat orang yang membangunkan dirinya, Aisyah kembali berteriak.

“Jangan sentuh aku! Pergi! Pergi ...,” pekik Aisyah semakin menjadi

“Ini aku Aisyah, coba lihat sini!”

“Tidak ..., aku mohon jangan ganggu aku ..., pergi! Huu hu hu.” sahut Aisyah sambil terus terisak. Aisyah masih menutup wajahnya, tidak mau melihat siapa yang sudah membangunkan dirinya.

“Aisyah! Lihat sini, lihat aku!”

Tangisan Aisyah pun terhenti ketika ia sadar dengan suara yang tidak asing di telinganya. “Rama ...? Mungkinkah itu suara Rama?” dalam hati Aisyah bertanya.

Perlahan Aisyah membuka matanya, dalam keraguan yang mendalam Aisyah memberanikan diri untuk meyakinkan, apakah betul yang ia dengar itu suara Rama.

Ternyata ..., betul dia Rama. Lelaki yang selama ini selalu peduli pada kehidupan Aisyah. “Rama? Kau-kah itu?” tanya Aisyah seolah tak percaya. Rama menganggukkan kepalanya. Aisyah pun merangkul Rama dan kembali menangis.

Kali ini tangisan Aisyah adalah tangisan bahagia. Ia tidak menyangka sedikit pun Rama akan datang menolong. Posisi Aisyah masih di dalam angkot. Sedangkan pria yang hendak menggagahi Aisyah sudah diamankan.

“Sekarang kamu sudah aman, ayo kita pulang Aisyah.” ucap Rama

“Bagaimana ceritanya Kamu bisa sampai di sini, Ram?” tanya Aisyah

“Jawabannya nanti saja, kalau kita sudah di rumahmu.”

“Rumah? Rama akan mengantarkanku ke rumah? Tidak, aku tidak mau Rama tahu kondisi rumahku di kampung. Aku malu.” ucap Aisyah dalam hati. Aisyah pun segera bangkit.

“Eu ..., gak Ram, aku ..., aku sekarang harus ke kampus, pukul berapa sekarang? Berapa lama aku pingsan ya ...? Kemana lelaki sialan itu? Apa yang terjadi denganku, Ram ” Aisyah mulai gugup menghadapi Rama. Ada perasaan aneh yang menyelinap dalam hati Aisyah jika bersama dengan Rama.

Rama tidak segera menjawab pertanyaan Aisyah. Ditatapnya wajah Aisyah dengan penuh perasaan. Lama mereka saling menatap. Tapi, akhirnya mereka sadar, kalau posisi mereka bukan pada tempat yang nyaman. Mereka masih berada di dalam angkot.

Lalu keduanya keluar dari angkot itu, dicarinya tempat yang agak nyaman untuk ngobrol. Tak jauh dari tempat itu ada batu besar yang bisa dijadikan tempat duduk. Rama pun menceritakan kejadian yang baru saja menimpa diri Aisyah.

“Aisyah, hampir empat tahun aku mencari-cari Kamu. Berkali –kali aku datang ke rumahmu di Jakarta. Tapi ibumu tak memberikan alamatmu di kampung. Bahkan, terakhir ini berita yang kudengar, ibumu pergi meninggalkan rumah itu.” Rama mengawali ceritanya.

“Sampai akhirnya, aku dapat informasi tetang Kamu, Aku langsung menuju ke Kota ini. Di tengah perjalanan, aku melihat mobil angkot yang mencurigakan. Diam-diam aku mengukuti.  Kecurigaanku semakin kuat ketika angkot ini berhenti di tempat seperti ini. Aku sempat mendengar suara perempuan yang meminta tolong ...,” sejenak Rama terhenti berbicara.

“Instingku sebagai seorang polisi, aku langsung bertindak. Ternyata benar firasatku, bahwa ada tindak kejahatan di dalam angkot itu.  Betapa kagetnya aku ketika kulihat, Kamu sudah dalam keadaan pingsan. Kedua pria itu langsung kabur, dan ..., “ Kali ini Rama berhenti bicara agak lama.

“Dan ...? Dan kenapa Ram?” tanya Aisyah memekik.

“Rama, jawab!” tanya Aisyah kemudian sambil mengguncang-gincangkan bahu Rama.

“Apakah pria itu mengagahiku? Owh, tidaaak ....!” jerit Aisyah dalam hati.

Aisyah sangat terguncang dengan kejadian ini. Ia meronta sambil terus  menangis. Aisyah sontak meraba sekujur tubuhnya. Ia sangat khawatir dirinya sudah digagahi pria jahat itu. Tapi, dia tidak merasaka sesuatu yang aneh.  

“Tenang, tenang Aisyah ..., aku belum selesai bicara. Kamu tidak usah histeris seperti ini. Aku ..., aku hanya membayangkan, seandainya aku tidak datang untuk menolongmu, entah apa yang akan terjadi pada dirimu.” Rama berusaha menenangkan Aisyah.

Akhirnya Rama pun dapat menenangkan Aisyah. Dipeluknya Aisyah dengan penuh kasih sayang. Aisyah tak dapat menolak pelukan Rama. Bagi Aisyah, kedatangan Rama bagaikan malaikat yang diutus Allah untuk menyelamatkan dirinya.

“Rama, aku sangat berhutang budi padamu, aku tak tahu harus bagaimana berterima kasih padamu.” ucap Aisyah lirih sambil melepaskan pelukan Rama.

Rama menahan Aisyah agar tidak melepaskan pelukannya, tapi Aisyah tetap menghindar. Aisyah baru tersadar bahwa bersentuhan dengan lelaki yang bukan muhrim itu dosa.

“Kenapa Aisyah? Kamu gak suka sama aku?” tanya Rama sambil mengeluarkan tetepon genggamnya.

“Euh ..., tidak Ram, maaf ..., aku malu, aku khilap, kita bukan muhrim, sebaiknya kita tidak bersentuhan, tapi apalah daya ..., aku tadi dalam keadaan panik dan sangat membutuhkan pertolongan.” ucap Aisyah tersipu malu.

Aisyah lalu bangkit merapikan pakaiannya yang berantakan. Sementara Rama sibuk menelepon membuat laporan kejadian kepada Kapolsek setempat. Setelah semuanya beres, Aisyah diantar Rama ke kampus.

Sepanjang perjalanan, Aisyah dan Rama saling bercerita tentang dirinya masing-masing. Hingga akhirnya sampai di kampus Aisyah. Aisyah tidak segera turun dari mobil Rama. Rama pun tidak segera membuka kunci mobil. Meraka saling memandang. Entah apa yang meraka rasakan saat itu. 



***  

Assalamualaikum, Mak..., Aisyah pulang.” ucap Aisyah sumringah.

Waalaikumsalam.” sahut Akbar

“Emak kemana De?” tanya Aisyah sambil mengeluarkan belanjaanya di kantong keresek.

“Emak masih keliling jualan. Wow! Apa itu Kak?” Akbar membantu mengeluarkan belanjaan dari kantong plastik bertuliskan Alfamart.

“Ini, tadi kakak ketemu temen, terus diajak jalan-jalan dan dibeliin baunyak makanan cemilan. Nih, Buat Kamu. Kamu sudah lama kan gak jajan cemilan kaya gini?” ucap Aisyah sambil memberikan belanjaan pemberian Rama pada adiknya.

“Asyiiik ..., wah! Ini pasti enak-enak ya Kak. Temen kakak itu siapa? Cewek atau cowok?” tanya Akbar sambil sibuk melihat-lihat makanan cemilan yang dibawa Aisyah.

“Ah, sudahlah anak kecil jangan banyak nanya, makan aja tuh cemilannya.” ucap Aisyah genit sambil mencubit pipi Akbar.

Tak lama kemudian Sutinah datang.

Assalamalaikum, wah! makanan dari mana ini De, siapa yang beliin Nak, banyak banget.” ucap Sutinah sambil menghempaskan tubuhnya di kursi karena kelelahan sepulang menjajakan dagangannya.

Waalaikumsalam,  emak baru pulang? Mak, emak gak usah terlalu cape gini dong Mak, jualan di kantin SD saja kan emak sudah cukup cape, harusnya emak istirahat saja, gak usah jualan keliling kaya gini ah.” sahut Aisyah sambil melepaskan mukena.

“Aisyah, sudah pulang Nak? Tumben kamu pulangnya agak siang, bolos kuliah?” tanya emaknya heran.

“Ya enggaklah Mak, masa bolos? Nanti gak dapat juara dong. Tadi Aisyah pulang diantar teman pake mobil, mobilnya bagus deh Mak, adem, wangi, jusss ...,” Aisyah meragakan lajunya mobil, lalu tersenyum ceria.

“Temen kuliah?” tanya emak heran.

“Bukan, temen Aisyah waktu di Jakarta. O ya Mak, nanti malam dia mau ke rumah.” jawab Aisyah sumringah

“Perempuan?” tanya emak lagi penasaran

“Buk ... kan.” jawab Aisyah terbata

“Laki-laki?” pertanyaan emaknya tegas.

“I ... ya” jawab Aisyah melemah

“Aisyah, berarti tadi Kamu semobil berdua? Aisyah ..., istigfar Kamu Nak! emak gak mengizinkan Kamu bepergian dengan lelaki lain yang buka muhrim.  Itu tidak baik. Camkan itu Aisyah.” Sutinah memperingatkan Aisyah.

“Tapi Mak, dia sudah menolong Aisyah dari ....” Aisyah tidak melanjutkan perkataannya. Aisyah hampir saja keceplosan mau mengatakan bahwa dia hampir digagahi oleh pria di dalam angkot. Aisyah tidak mau emaknya tahu tentang peristiwa itu.

“Aisyah, sejak kapan Kamu menentang emak? Kita orang gak punya Nak, hidup kita sudah susah, jangan Kamu tambah lagi dengan kesusahan lain. Emak tidak mau kamu dapat masalah dalam pergaulan.” ucap Sutinah sambil melipat pakaian yang sudah dijemur.

“Dia orang baik kok Mak, Aisyah juga tidak mau bergaul dengan orang sembarang.” ucap Aisyah lirih sambil membantu melipat pakaian.

“Ya sudah, datang saja besok pagi, jangan malam hari, gak baik seorang lelaki bukan muhrim berkunjung ke rumah malam-malam. Apalagi rumah kita kan jelek, apa Kamu gak malu Nak?”  Sutinah melirik Aisyah yang tengah asyik melipat pakaian.



***

Keesokan harinya, Aisyah tidak berangkat kuliah. Sengaja Aisyah tidak ke kampus, karena Rama akan berkunjung ke rumah. Aisyah dan emaknya sibuk bersih-bersih rumah dan masak-masak. Tak seperti biasanya, mereka menyiapkan segalanya. Sementara Akbar asyik bermain di halaman.

Di tengah kesibukan mereka, tiba-tiba Akbar datang tergesa-gesa dan terengah-engah. Seperti sedang dikejar anjing.

“Maak ...! ada polisiii ...!” teriak Akbar sambil ngos-ngosan. 

Mendengar Akbar berterik menyebut polisi, Aisyah pun menjadi panik. Terlebih Sutinah, ia menjadi gugup. Aisyah dan Sutinah mengira rumah mereka menjadi sasaran pencarian Dimas. lalu mereka bergegas memastikan, apakah benar yang dikatakan Akbar.

“Jangan Aisyah, biar emak saja yang menemui polisi itu. Kamu teruskan saja pekerjaan ini.” ucap Sutinah sambil merapikan pakainnya.

Sutinah pun segera keluar rumah hendak menemui polisi yang datang ke rumahnya. Perasaannya sangat berdebar-debar. Ia paling takut berurusan dengan polisi. “Kenapa polisi itu masih saja mengincar rumah ini, bukannya Dimas sudah ditangkap?” Sutinah bertanya pada diri sendiri dalam hatinya.

“Ups! Ternyata benar apa yang dikatakan Akbar, bahkan polisi itu sudah di depan rumah. Aduh! Bagaimana ini, Aisyah jangan sampai tahu, biar aku saja yang menghadapi polisi itu.” ucap Sutinah dalam hatinya.

Assalamaalaikum.” sapa seseorang yang berpakaian seragam polisi sambil menggangukkan kepalanya dibarengi senyuman ramah.

Waalaikumsalam.” jawab Sutinah dengan nada ngambang. Sutinah merasa heran, biasanya sikap polisi yang selalu datang mengintai rumahnya bersikap tegas. Tapi yang ini lain, penampilannya begitu ramah dan sopan.

“Aisyahnya ada Bu?”

“Eu ..., Aisyah ... a ... ada, silakan masuk Pak, biar saya panggilkan dulu anak saya” jawab Sutinah gugup. Sutinah pun memanggil Aisyah seraya tergopoh-gopoh.

“Aisyah, Aisyah ..., polisi itu menanyakan Kamu, ada apa ini Aisy? Kamu kenapa?” tanya Sutinah miris.

“Oh ya?” jawab Aisyah sumringah.

“Kenapa sepertinya Kamu gak ada rasa khawatir, kita kedatangan lagi polisi Aisyah, emak takut, bukannya bapakmu sudah ditangkap? Kenapa polisi itu menanyakan Kamu ...,” Sutinah meringis ketakutan.

“Mak, tenang. Yuk kita keluar temui polisi itu.” jawab Aisyah sambil mengandeng emaknya.

“Rama ...,” seru Aisyah merasa senang karena dugaannya tepat. Polisi yang dikataka Akbar itu pasti Rama.

“Mak, ini Rama teman Aisyah waktu sekolah di Jakarta. Dia jadi polisi. Jadi emak gak usah takut, ya.” Aisyah mengenalkan Rama pada emaknya.  Sutinah tampak ragu-ragu menerima uluran tangan Rama yang hendak menyalaminya.

“Oh ya, maaf, tadi emak kira Kamu mau menggeledah rumah kita.” ucap emak dengan perasaan lega.

 “Ya inilah gubukku Ram, ini ibu kandungku, dan anak kecil yang di luar tadi itu adikku. Aku lahir di sini, di kampung yang jauh dari karamai kota, tapi aku bahagia hidup di sini, karena aku bisa selalu bersama orang-orang yang kusayangi.” papar Aisyah

“Aisyah, aku juga senang ada di kampung ini. Udaranya sangat sejuk.  Ada pesawahan, pepohonan,  hm ... rasanya kita ini nyatu banget dengan  alam, pantesan kamu betah tinggal di sini, padahal kan jauh ke kota ya?” ucap Rama

“O ya Aisyah, tadi aku hampir kepeleset loh, pas melewati pematang sawah, untung gak sampai jatuh, kalau sampai kecebur ke sawah,  wah ... kayanya lucu banget ya, pasti pakaianku blepotan  ahaha.” ucap Rama kemudian sambil tertawa.

Aisyah pun ikut tertawa, pembicaraan mereka tampak hangat sekali. Sutinah hampir tak percaya mendengarkan percakapan Aisyah dan Rama begitu akrab. Ketegangannya mulai menurun.

Hari itu rumah Aisyah penuh dengan tawa ceria. Rama cepat beradaptasi dengan keluarga Aisyah. Semua larut dalam kegembiraan. Bagi Aisyah kebahagian itu sederhana, cukup berkumpul bersama orang-orang terkasih dalam keadaan sehat wakafiat.

***






























Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat Berkah di SDN Karanganyar

  Masya Allah Tabarakallah, rezeki buat anak-anak soleh dan solehan siswa SDN Karanganyar. Hari ini, Jumat, 01 September 2023 ada seorang ha...