Sabtu, 04 Juli 2020

Romantika Aisyah 13





“Aisyah, bangun. Kita sudah sampai,bisik Dimas pada Aisyah.

Aisyah terbangun dari tidurnya. Cukup lama dia tenggelam dalam tidurnya, hingga tak terasa sudah tiba di tempat tujuan. Aisyah pun turun dari mobil. Dengan langkah gontai, Aisyah mengikuti langkah bapaknya masuk ke rumah yang mentereng. Rasa kantuk pun hilang seketika.

“Rumah siapa ini, Pak? Bagus banget,” tanya Aisyah penuh rasa takjub.

“Ini rumah Tante Meyda. Bapak tinggal di sini juga. Mulai sekarang, kamu akan tinggal di sini. Giman? Mau, kan? Ayo kita masuk,” ajak Dimas.

Aisyah tidak banyak bertanya. Rasa kantuknya kembali menyerang. Aisyah hanya mengikuti perintah bapaknya. Dengan langkah ragu-ragu, dia masuk ke rumah bertingkat itu. Aisyah memandangi keadaan sekeliling rumah. Dibukanya sandal yang sejak tadi melekat pada telapak kaki Aisyah.

“Pakai saja sandalnya,” kata Dimas.

“Enggak, Pak. Sandalnya kotor, Aisyah malu.” Aisyah pun berbisik.

Tante Meyda langsung masuk ke kamarnya. Tak ada percakapan malam itu. Perjalanan pulang pergi dari Jakarta ke Kampung Sukamiskin begitu melelahkan. Dimas duduk berdua di teras bersama Aisyah.

“Kita duduk dulu di sini, ya. Ada yang ingin Bapak ceritakan sama kamu,” kata Dimas.

“Aisyah, Bapak rasa kamu bisa mengerti, mengapa kamu dibawa ke sini. Ya, memang sudah waktunya kamu harus tinggal di sini. Maafkan Bapak selama ini tidak pernah menjenguk kamu di kampung. Bapak takut ketahuan orang-orang karena Bu Berta meninggal setelah dipukul Bapak, padahal Bapak tidak berniat untuk membunuhnya. Tapi, sepertinya Bapaklah yang menjadi tersangka kematian Bu Berta.”

“Selama ini Bapak menghindari ketemu dengan orang-orang yang mengenal Bapak, makanya Bapak pergi jauh dari kampung kita. Aisyah mengerti, kan?”

Setelah mengantarkan emakmu pulang dari rumah sakit jiwa, Bapak merantau ke Jakarta, hingga akhirnya ketemu dengan Tante Meyda. Bapak bekerja di kantornya, bahkan bapak diangkat menjadi manajer di kantor Tante Meyda. Rumah, mobil, dan semua yang ada di rumah ini adalah fasilitas dari kantor untuk Bapak.

“Aisyah, sudah lama kamu hidup menderita. Sekarang, kekayaan nampak di depan mata. Aisyah, maafkan Bapak kalau harus menghianati emakmu, tidak ada jalan lain. Cara ini harus Bapak tempuh. Ini juga demi kita, Aisyah.”

Maksud Bapak mengkhianati Emak? Aisyah enggak ngerti.”

“Ya, semua ini akan menjadi milik Bapak kalau ka kalau Bapak menikahi Tante Meyda.” Sesaat Dimas terhenti bicara.Dia sangat mencintai Bapak, lanjutnya kemudian.

“Bapak juga mencintai Tante Meyda? Perempuan sipit itu?” tanya Aisyah heran.

“Sssst jangan keras-keras, nanti kedengaran Tante Meyda,ucap Dimas sambil menempelkan jarinya ke bibir Aisyah.

“Hmm … entahlah. Bapak besok akan menikah dengan Tante Meyda. Bapak harap, kamu mengerti, ya. Aisyah, semua ini Bapak lakukan demi masa depan kamu, emakmu, juga adikmu. Kamu harus tahu itu,” ucap Dimas perlahan.

Mendengar penjelasan bapaknya seperti itu, Aisyah hanya bisa pasrah. Dia tidak mengerti apa rencana bapaknya. Yang ada dalam pikirannya saat itu adalah emak dan adiknya. Bagaimana nasib mereka sekarang?

“Pak, apakah Emak tahu kalau Bapak mau menikah lagi?” tanya Aisyah.

“Diusahakan jangan sampai tahu. Makanya, emak dan adikmu tidak dibawa kemari. Nanti kalau sudah waktunya, Bapak akan membawa emak sama adikmu juga ke Jakarta. Kita akan berkumpul lagi bersama. Sekarang, kamu nurut saja perintah Bapak. Paham, kan, Aisyah?” ucap Dimas sambil memegang bahu Aisyah.



***



Seminggu sudah Aisyah tinggal bersama bapaknya dan Tante Meyda. Kini Tante Meyda sudah resmi menjadi istri Dimas. Pernikahan yang dilakukan secara sederhana telah mengikat hubungan asamara antara Dimas dengan Meyda. Ikatan tali kasih mereka tidak murni berdasarkan cinta yang tulus.

Dimas sebenarnya tidak mencintai Meyda. Tetapi karena Dimas mendapatkan fasilitas kehidupan yang mewah, akhirnya Dimas rela mengorbankan perasaanya demi kehidupan yang layak. Untuk menghilangkan jejak dirinya, dia mengganti namanya menjadi Joni. Dengan mengganti namanya, dia lebih leluasa bergerak tanpa merasa takut dicurigai sebagai seorang buronan.

Hidup di Jakarta ternyata tidak seindah yang dibayangkan Aisyah. Apa yang dibayangkannya lain dari kenyataan. Perlakuan Tante Meyda kepada Aisyah diluar dugaan Aisyah. Perempuan keturunan Cina itu memperlakukan Aisyah seperti seorang pembantu. Di hadapan Dimas, Tante Meyda berlagak baik pada Aisyah. Tapi, jika Dimas sedang tidak ada di rumah, perangainya seperti harimau yang siap menerkam mangsanya.

“Aisyah! Berani benar kamu makan di meja itu, hah! Tempatmu bukan di situ! Sana! Kamu makan di dapur saja sama si Bibi,hardik Meyda. Aisyah terperanjat, dia tidak tahu jika tiba-tiba Tante Meyda pulang dari kantor tanpa bapaknya.

“Maaf, Bu … Aisyah lupa. Aisyah lapar sekali. Sejak pagi Aisyah belum makan,ucap Aisyah gemetaran karena rasa takut pada Tante Meyda.

“Hey! Ba bu ba bu, enak saja kamu panggil aku Ibu. Memangnya kamu anakku? Ih, ogah banget aku punya anak kampungan sepertimu. Sudah kubilang, jangan panggil aku ibu. Kalau bapakmu tidak ada, panggil saja tante. Ngerti kamu?” Meyda menegaskan.

“I-iya, Tante. Maaf,” ucap Aisyah lirih. Aisyah pun pergi ke dapur untuk melanjutkan makannya. Di dapur, nampak Bi Elis tersenyum sinis menyaksikan Aisyah dihardik oleh majikannya.

“Huh … rasain lo, suruh siapa kamu makan di meja itu? Memangnya kamu siapa? Bikin susah aja. Hey, Aisyah, dengar, ya. Sejak ada kamu di rumah ini, kerjaan Bibi tuh jadi nambah. Cucian baju jadi nambah … cucian piring jadi banyak. Sebel aku,” ucap perempuan judes itu.

Malang nasib Aisyah. Setelah dihardik oleh ibu tirinya, sekarang malah dilecehkan oleh pembantu. Tak ada seorang pun yang dapat dijadikan tempat berlindung. Aisyah harus menaggung derita ini sendiri.

“Ya Allah, kuatkan hati hamba-Mu yang lemah ini. Aisyah tak ingin membuat beban orang-orang yang di sini. Aisyah hanya menuruti keinginan Bapak saja. Salahkah aku jika turut menikmati fasilitas yang ada di rumah ini? Kenapa mereka begitu jahat padaku? Ya Allah, aku harus bagaimana?” Aisyah berdoa dalam hatinya, sambil terisak. Ya, hanya itu yang dapat Aisyah lakukan.

“Hey! Malah bengong. Ayo, cepat cuci piring itu!” perintah Bi Elis, pembantu rumah tangga Meyda yang selalu berdandan menor.

“I-iya, Bi. Aisyah cuci piring-piring itu,” jawab Aisyah degan rasa takut.

Begitulah perlakuan Tante Meyda dan Bi Elis kepada Aisyah. Meyda merasa iri pada Aisyah, karena merasa kasih sayang Dimas terbagi dua dengan Aisyah. Akhirnya, Meyda pun memperlakukan Aisyah dengan kasar. Tak ada belai kasih seorang ibu. Yang ada hanyalah kata-kata kasar dan perintah ini itu.

Karena Aisyah sudah terbiasa bekerja di kampung, pekerjaan yang diperintahkan oleh Tante Meyda dan Bi Elis dapat dia selesaikan dengan baik. Aisyah tidak berani memberitahukan perlakuan mereka kepada bapaknya, karena mereka mengancam akan memukul Aisyah kalau sampai Dimas tahu.

Namun, sebaik apa pun pekerjaan Aisyah, tetap saja Aisyah kena pukul. Ada saja alasan untuk memukul Aisyah. Hingga akhirnya, luka lebam bekas pukulan Tante Meyda tak dapat lagi disembunyikan Aisyah.

Suatu ketika, di saat sore hari, Dimas sedang asyik berbincang dengan Tante Meyda. Mereka duduk di kursi sofa berwarna merah tua. Meyda meletakkan kakinya di pangkuan Dimas, dan seperti biasanya Dimas selalu memijat kaki Meyda. Sementara itu, Aisyah asyik mengerjakan PR-nya. Suasana sepertinya nyaman-nyaman saja, padahal melihat situasi seperti itu, hati Aisyah bergejolak.

Sesekali Aisyah melirik bapaknya dan ibu tirinya. Aisyah tidak suka dengan adegan seperti itu.Ih! Bapak, sampai sebegitunya mengikuti keinginan Tante Meyda. Harusnya, kan, Bapak yang dipijat, bukan perempuan galak itu. Kan, yang capek kerja itu Bapak,gerutu Aisyah dalam hati.

“Joni, setelah kita menikah, rasanya kita belum pergi bulan madu. Hmm … bagaimana kalau minggu depan kita pergi bulan madu ke luar negeri?” ucap Meyda menggoda. “Bisnis kita bulan ini kan cukup lumayan. Aku lihat tabunganmu di rekening juga banyak. Tapi, tenang aja, aku enggak akan pake uang kamu, kok. Semuanya biar aku yang nanggung. Gimana, Jon?” goda Meyda kemudian.

“Ya, terserah kamu saja, lah, yang penting kamu senang.”

“Lo, kok, cuma aku yang senang? Kita berdua harus senang, dong, Joni.”

“Aisyah, minggu depan Bapak sama Ibu mau pergi ke luar negeri. Enggak lama, paling seminggu. Kamu baik-baik di rumah sama Bi Elis, ya,” ucap Dimas pada Aisyah. Namun, Aisyah tidak segera menjawab. Dia sedang asyik membaca buku pelajaran sekolah. Karena tidak ada jawaban dari Aisyah, Dimas pun akhirnya menoleh ke arah Aisyah. Terlihat ada luka lebam-lebam di tangannya.

“Kenapa tanganmu, Nak?” tanya Dimas heran. Karena kaget melihat luka lebam di tangan Aisyah, Dimas langsung menghampiri Aisyah. Kaki Meyda pun disingkirkannya. Lalu, tangan Aisyah diperiksanya. “Ya ampun, kenapa kamu enggak bilang ke Bapak kalau tanganmu luka begini, Aisyah? Ini kenapa?” tanya Dimas kemudian.

Aisyah tidak segera menjawab. Dia hanya menggelengkan kepalanya. Aisyah pun langsung melihat ekspresi Tante Meyda. Tante Meyda mengedipka matanya sebagai isyarat, agar Aisyah tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya.

“Enggak apa-apa, Pak. Ta-tadi Aisyah kepeleset di kamar mandi,” ucap Aisyah berbohong.

“Ini lukanya sudah lama. Mey … kenapa kamu enggak perhatikan Aisyah? Bukannya kamu sudah janji mau mengurus Aisyah?” tanya Dimas kepada Meyda.

“Kenapa, Sayang? Kamu jatuh di mana? Aduh, maaf Joni, aku kan juga sibuk di luar, jadi enggak sempet ngurusin Aisyah. Kan, ada Bi Elis. Sini, Sayang, Ibu obatin, ya. Ah … ini enggak apa-apa, cuma lebam dikit aja, kok,” jawab Meyda sambil berlagak sok perhatian pada Aisyah.

Tanpa sepengetahuan Dimas, Meyda memberi isyarat ancaman kepada Aisyah agar tidak menceritakan hal yang sebenarnya. Dikedipkan matanya sambil melotot. Aisyah mengerti apa maksud dari isyarat yang dilakukan oleh perempuan jahat itu.

Hidup Aisyah sangat tertekan. Walaupun tinggal di rumah mewah dan fasilitas serba ada, perasaannya terancam oleh kekejaman ibu tirinya. Aisyah harus menjalani lika-liku kehidupan ini penuh dengan duka nestapa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat Berkah di SDN Karanganyar

  Masya Allah Tabarakallah, rezeki buat anak-anak soleh dan solehan siswa SDN Karanganyar. Hari ini, Jumat, 01 September 2023 ada seorang ha...