Bab 20
Pulang Kampung
Cukup
dalam waktu seminggu Aisyah beradaptasi dengan lingkungan kerjanya di kantor
pengacara Dedi Stanzah. Berkat kinerja yang gemilang. Aisyah selalu mendapatkan
apresiasi baik dari rekan-rekannya. Pak
Dedi pun merasa pusas dengan hasil kinerja Aisyah.
Hingga
pada suatu ketika Aisyah mengusulkan untuk membuka kembali kasus terpidana Dimas. Aisyah menunjukkan bukti-bukti rekaman
pembicaraan lelaki yang ketemu di kereta
itu, beserta foto-foto hasil jepretannya secara diam-diam. Bukti-bukti ini
cukup kuat untuk diajukan perkaranya. Tim Dedi Stanzah bergerak cepat. Aisyah bertindak sebagai pelapor.
Tanpa
disengaja Aisyah bertemu dengan Rama di kantor polisi. Keduanya berbincang
sangat serius. Perkara Dimas muncul kembali. Aisyah berjuang mati-matian agar memenangkan
kasus bapaknya.
Sebelumnya
Aisyah sempat mendatangi bapaknya di penjara. Dengan langkah penuh keyakinan
Aisyah menuju ruang besuk. Mereka duduk berhadapan. Dimas hampir tak percaya
dengan penampilan Aisyah saat itu. Aisyah tampak elegant. Dimas merasa minder. Sama sekali tak menyangka anaknya
bisa seperti itu.
Air
mata Dimas menggenang penuh haru. Ditatapnya wajah Aisyah dengan penuh
perasaan. Tangan Dimas gemetar ketika ia berusaha untuk membelai wajah Aisyah.
“Aisyah
..., Kaukah ini, Nak?” tanya Dimas sambil terisak. Perlahan diusap pipi Aisyah
dengan tatapan seolah tak percaya.
“Iya
Pak, ini Aisyah ..., anak bapak yang dulu terlunta-lunta, yang dulu hidupnya
penuh dengan derita.” jawab Aisyah terbata-bata
“Pak,
kini Aisyah percaya, kalau bapak bukan seorang pembunuh. Aisyah sudah dapat
bukti-buktinya. Ini.” ucap Aisyah meyakinkan bapaknya.
“Bapak
kenal denga orang ini?” tanya Aisyah sambil memperlihatkan poto seorang lelaki yang
bertemu di kereta.
“Hah
...? Si Ucok? Kamu dapat poto ini dari mana Nak? Itu ..., itu yang menyekap
bapak di rumah Bu Berta waktu itu.” seru
Dimas garang.
Seketika
Dimas wajahnya menjadi berang, teringat kejadian masa lalu yang membuat dirinya
sampai saat ini dipenjara. Napasnya terlihat turun naik. Tangannya mengepal
keras, seolah –olah Dimas ingin meninju seseorang.
“Pak,
bapak yang sabar ya, Aisyah akan mengusut masalah ini sampai tuntas. Bapak
banyak berdoa, supaya bapak bisa keluar secepatnya.” ucap Aisyah memberikan
ketenangan.
“Aisyah
bagaimana bisa bapak keluar dari sini, bapak sudah divonis hukuman seumur
hidup, karena bukti-bukti itu semuanya menunjukkan bahwa bapaklah pembunuhnya!
Dasar Sial! Kenapa aku harus memukul badak tua itu! Bertaaa...!” teriak Dimas
sambil menjabak rambutnya sendiri.
“Pak,
Bapak tenang ..., jangan seperti ini, bapa harus yakin, Aisyah bisa
menyelesaikan masalah ini!” Aisyah meraih tangan bapaknya agar berhenti
menjabaki rambutnya sendiri.
“Bagaimana
bapak bisa tenang Aisyah, hampir lima tahun bapak mendekam di jeruji besi,
meninggalkan anak dan istri yang tak berdosa, kalian hidup dalam kesengsaraan,
sementara bapak tak berdaya di sini.” geram Dimas sambil memukul-mukul meja
dengan kepalan tangannya.
“Sekarang
Bapak dengar ini!” ucap Aisyah sambil mengasongkan hapenya yang berisi rekaman
pembicaraan lelaki di kereta itu.
Dimas
memasang telinganya tajam, matanya dipicingkan, rekaman itu diputar
berulang-ulang, hingga akhirnya Dimas bisa menyimpulkan, bahwa si Ucoklah biang
keroknya.
suaranya
agak berbaur dengan laju kereta. Tapi, dari rekaman itu jelas ada percakapan
yang mengatakan bahwa Dimas bukan tersangkan pembunuhan Berta. Setelah mayat
Berta di otopsi, terdapat racun sianida yang mematikan dalam tubuh Berta.
Namun, si Ucok menghilangkan bukti otopsi itu.
Si
Ucok membuat alibi seolah-olah Berta meninggal karena kena pukulan Dimas.
Apalagi Dimas lari meninggalkan tempat kejadian perkara. Pelarian Dimas semakin
membuat curiga pihak kepolisian. Hingga akhirya Dimas ditangkap di sebuah resto
di Jakarta di hadapan Aisyah dan istri keduanya.
Setelah
mendengarkan rekaman itu, badan Dimas terasa lemah lunglai, ia baru sadar bahwa
selama ini ia telah difitnah oleh si Ucok. Tatapan matanya kosong. Hampir saja
hape Aisyah jatuh dari tangannya karena tubuhnya lemah tak berdaya.
Melihat
kondisi seperti itu, Aisyah bergerak cepat. Aisyah menahan tubuh Dimas yang
hampir terkulai lemas. Diambilnya hape
yang masih digenggam Dimas. Lalu Aisyah berusaha untuk mendudukan kembali
Dimas.
“Pak,
sekarang bapak percaya kan, bahwa bapak bisa keluar tanpa harus menua di sini.
Serahkan semuanya pada Aisyah, anak bapak, yang sekarang menjadi aparat hukum.”
ucap Aisyah sambil menempelkan telapak tangan Dimas dipipinya.
Mendengar
perkataan Aisyah, Dimas pun menelungkupkan kepalanya di atas meja, ia menangis.
Berjuta rasa kian bergejolak. Aisyah terus membujuk bapaknya agar bisa menerima
kenyataan ini dengan iklas dan pasrah kepada Sang pencipta alam.
***
Sidang
kasus Berta kembali digelar. Kali ini Sutinah dan Akbar turut menyaksikan
jalannya persidangan. Rama pun ada dalam deretan kursi penonton. Suasana
mendebarkan kian mencekam ketika tersangka Ucok mulai dihadirkan dalam sidang
itu. Aisyah berlaku sebagai saksi.
Karena
kepiawaian sang pengacara kondang Dedi Stanzah, Si Ucok tak dapat mengelak lagi
atas tuduhan pembunuhan Berta. Ucok divonis hukuman seumur hidup atas
pembunuhan berencana. Secara otomatis Dimas pun bisa keluar dari penjara,
karena kasus yang sebenarnya sudah terbongkar.
Reputasi
Dedi Stanzah kian melambung, karena dapat memenangkan perkara atas pembebasan
Dimas. Bahagia tiada terkira yang dapat Aisyah rasakan. Inilah bakti seorang
anak yang membela orang tuanya.
Usai
pelaksanaan sidang, Aisyah menghampiri
Dedi Stanzah.
“Trimakasih
Pak, bapak sudah membantu proses persidangan ini. Kalau bukan bapak
pengacaranya, entah bagaimana nasib bapak saya.” ucap Aisyah haru.
“Ini
juga berkat usahamu Aisyah, kalau tidak ada bukti-bukti yang akurat dari Kamu,
mustahil kita memenangkan kasus ini, Kamu tahu sendiri kan, si Ucok juga
menyewa pengacara berkaliber.” ucap Dedi
Sutinah,
Akbar, dan Rama turut menghampiri Pak Dedi. Wajah bahagia terpancar di wajah
mereka. Sementara Dimas berdiri tertegun melihat kebahagian orang-orang. Mereka
saling berpelukan, diiringi tangis bahagia.
Sutinah
tak henti-hentinya bersyukur atas kebahagian yang telah ia rasakan saat ini.
Buah dari derita dan keringatnya telah membawa keberbekahan hidupnya. Walaupun
cobaan demi cobaan datang silih berganti.
Pertemuan
antara Dimas dengan Sutinah, membuat haru semua orang yang melihat. Setelah terpisahkan
sekian tahun lamanya, terombang ambing dalam prahara kehidupan. Kini mereka
dipersatukan kembali.
Aisyah
dan Akbar saling berpelukan, keduanya merasakan kebahagian. Akhirnya Dimas, Sutinah,
Aisyah, dan Akbar saling berpelukan. Tangis kebahagian tertumpah ruah di tempat
itu. Rama pun turut bahagia.
“Aisyah,
selamat ya ..., aku turut bahagia, kamu sudah mendapatkan kembali keluargamu.
Sekarang, bagaimana rencanamu?” tanya Rama
“Sepertinya
..., aku akan kembali ke kampungku Ram, aku lebih nyaman di sana, dan...,
sepertinya keluargaku lebih membutuhkan aku. Sudah lama keinginanku belum
terwujud. Aku hanya ingin tinggal bersama orang-orang yang kusayangi.” jawab
Aisyah
“Hm
..., begitu ya? jadi aku tidak termasuk orang yang kau sayangi?” ucap Rama.
Mendengar
ucapan Rama seperti itu Aisyah memerah pipinya. Aisyah tahu, kemana arah
pertanyaan Rama. Memang sudah lama Rama menyatakan perasanya, tapi Aisyah
selalu mengabaikannya. Aisyah belum membuka hati untuk lelaki sebagai teman
hidupnya. Dia ingin membahagiakan dulu orang tuanya.
“Tidak
...” jawab Aisyah tegas
“Kucuali
...,” lanjut Aisyah
“Kecuali
apa?” tanya Rama penasaran
“Kecuali
Kamu mau ikut ke kampungku.” jawab Aisyah tersipu malu.
“Yes! Terimakasih Tuhan ..., Kau telah
mengabulkan doakku. Tentu saja aku mau ikut ke kampungmu Aisyah ..., Mak, Pak,
boleh ya aku ikut ke kampung? Boleh dong, boleh ya? yeaay .... yes yes yes!”
teriak Rama kegirangan.
Semua
orang tertawa melihat tingkah Rama.
“Ha
ha ha ....”
Subhanallah..seolah terbawa ceritanya ... Mantul bu arum... Lanjut deh...
BalasHapusWow...keren. novelkah? Mantap. Semoga laris manis!
BalasHapusKeren sekali ceritanya...jadi novel ya? Salam kenal
BalasHapusMntapp kebenaran bagaikan emas, dilumpurpun ttp emasss siip
BalasHapus